2009-02-17

perkenalkan: Ramen

Tidak berapa lama sejak tulisan terakhir saya tanggal 9 Agustus 2008, saya kehilangan kura-kura saya (Heine) ketika dia dijemur di pagi hari. Ternyata Heine sudah bisa melarikan diri dari wadah tempat dia dijemur karena kaki depannya sudah mencapai mulut wadah bila dia berdiri dengan kaki belakangnya. Sudah dicari berhari-hari, namun tetap saja tidak ketemu. Untuk langsung membeli penggantinya, saya jadi ragu-ragu karena masih merasa sedih dan kehilangan.

Saya merasa kecewa juga karena saya sudah merencanakan mengganti akuarium dengan yang lebih besar. Akuarium yang lebih besar itu memang bekas, tapi kondisinya masih cukup bagus.

Akhirnya pada tanggal 20 November 2008, saya mempunyai keinginan yang cukup kuat lagi untuk membeli kura-kura baru. Kura-kura baru saya beli di Pasar Ngasem seharga Rp 7500. Ukurannya memang kecil, hanya sekitar 2.5cm, lebih kecil dari Heine dulu. Dia diberi nama Ramen. Sebelum saya membeli Ramen, sudah beberapa hari saya siapkan akuarium barunya. Maksudnya agar air dan filter terkondisi dengan baik karena filter yang digunakan adalah baru dengan kemampuan pompa yang lebih besar.

Sayangnya, ternyata Ramen bermasalah. Ciri-ciri yang saya amati adalah mata bengkak, tidak aktif, lebih banyak tidur di bawah lampu pemanasnya, mengapung kalau berenang (kesulitan menenggelamkan diri), dan tidak mau makan. Semua itu adalah ciri-ciri infeksi pernafasan.


Awalnya saya berharap Ramen tidak menderita infeksi pernafasan karena cukup sulit disembuhkan. Pikir saya, Ramen tidak mau makan karena tidak bisa melihat. Karena itu, matanya saya oleskan minyak ikan kod yang saya beli dalam bentuk kapsul dari apotek. Minyak tersebut dioleskan dengan menggunakan cotton bud. Setelah beberapa hari, bengkaknya tidak mereda. Di bagian dalam selaput sebelah bawah terdapat sesuatu yang berwarna putih. Setelah mencari informasi di internet, saya berkesimpulan untuk mencoba mengeluarkan sesuatu yang berwarna putih itu. Pengeluarannya dilakukan dengan cotton bud. Saya memberanikan diri melakukannya karena saya pikir kura-kura ini murah dan lebih baik melakukan sesuatu daripada tidak sama sekali.

Ramen masih belum mau makan sama sekali setelah itu. Keadaannya semakin lemah dan lebih banyak lagi berjemur. Setelah berdiskusi sedikit di forum, akhirnya mau tidak mau saya simpulkan bahwa Ramen terkena infeksi pernafasan. Tidak ada obat yang bisa dibeli untuk menyembuhkan penyakit ini selain dari yang bisa diberikan oleh dokter hewan. Saya tidak mempunyai referensi dokter hewan yang mengerti reptil, jadi saya mencatat semua dokter hewan yang tercatat di Yellowpages Yogyakarta. Saya mencoba menelepon satu per satu urut abjad dari daftar yang saya tulis. Tidak tersambung semua sampai saya menelepon drh. Surono. Setelah pembicaraan singkat, beliau tidak berpengalaman dengan reptil, tapi berkesimpulan pengobatannya bisa dikira-kira mengikuti pengalamannya dengan ayam. Unggas ada setingkat di atas reptil, jadi cara pengobatannya mirip, begitu menurut beliau.

Singkat cerita, Ramen diberi Enrofloxacin, nama generik untuk Baytril yang sering direkomendasi di forum-forum Amerika Serikat, dengan dosis perkiraan yang dihitung berdasarkan berat badan mencontoh dari dosis untuk ayam. Obatnya berupa cairan, jadi perlu diteteskan ke dalam mulut Ramen, sehari tiga kali. Membuka mulut kura-kura kecil bukan pekerjaan mudah, perlu sedikit pemaksaan dengan tusuk gigi dan ditekan dengan jari. Kura-kura seharga Rp 7500 diobati seharga Rp 20 000. Tapi setelah melihat Ramen berangsur pulih, kepuasannya tinggi sekali.


Akhirnya Ramen mau makan. Makanan pertama yang dikonsumsinya setelah dia tinggal di rumah saya adalah cacing, yang bisa dibeli di toko-toko ikan, yang juga merupakan makanannya sebelum saya beli. Selama empat minggu lamanya Ramen tidak makan apa-apa. Saya cukup takjub kura-kura sekecil itu bisa tahan tidak makan selama itu, dalam keadaan sakit pula. Energi memang dibutuhkan untuk penyembuhan. Saya tidak suka Ramen makan cacing, karena tidak sehat dan tidak bergizi seimbang. Tapi Ramen perlu makan sesuatu agar kesehatannya bisa segera pulih.

Hanya sekitar tiga kali saja Ramen makan cacing. Setelah itu, saya akhirnya mencoba mencelupkan pelletnya ke dalam air rendaman ikan tuna kalengan supaya pellet tersebut lebih beraroma seperti makanan bagi Ramen. Usaha ini cukup berhasil. Sekarang Ramen sudah kira-kira tiga bulan saya pelihara. Dia bertambah besar dan menjadi lincah. Sungguh jauh berbeda dibanding dengan keadaannya waktu baru sampai di rumah saya.

Karena iseng, saya membeli 8 ekor ikan guppy dan udang lobster. Udang lobster langsung hilang karena memanjat pipa filter di malam hari dan berhasil melarikan diri entah ke mana. Ramen memakan tiga ekor guppy, yang membuat saya cukup terkesan karena guppy bisa berenang dengan cepat. Sampai sekarang tersisa lima ekor guppy ditambah empat ekor ikan mas. Hampir semua ikan itu ekornya pernah digigit Ramen.


Kenapa saya memelihara ikan di akuarium Ramen? Saya juga pernah memelihara Anacharis (tanaman air) di akuarium tersebut. Pikir saya, ekosistem akan menjadi lebih sehat bila kotoran hewan bisa menjadi pupuk bagi tanaman dan tanaman memberi oksigen lebih untuk hewan. Ternyata Anacharis tumbuh cukup cepat dan Ramen atau ikan suka menggugurkan daun-daunnya. Hasilnya filter cepat kotor dan juga air cepat kotor. Pada akhirnya saya membuang semua Anacharis dan air bisa menjadi lebih bersih dan enak dipandang.